Persatuan sepak bola Indonesia Kediri (disingkat Persik Kediri) merupakan klub sepak bola Indonesia yang berbasis di Kediri, Jawa Timur. Tim ini mempunyai kandang di Stadion Brawijaya dan dijuluki Macan Putih. Persik Kediri mulai bermain di Divisi Utama Liga Indonesia pada tahun 2003. Klub ini didirikan pada tahun 1950 Pada tanggal 19 Mei. Laman resmi klub http://persikfc.com/.
Dalam catatan kearsipan pengurus, Persatuan Sepakbola Indonesia Kediri (Persik) berdiri pada tahun 1950, pada tanggal 9 Mei. Sebagai pendiri adalah Bupati Kediri saat itu, R Muhammad Machin. Karena saat itu Kediri masih berupa kabupaten, tidak ada pemisahan wilayah seperti sekarang, kabupaten dan kota. Dibantu Kusni dan Liem Giok Djie, yang dilakukan Machin pertama kali adalah merancang bendera tim yang tersusun dari dua warna berbeda. Bagian atas berwarna merah dan bawahnya hitam dengan tulisan PERSIK di tengah-tengah dua warna berbeda itu. Sebagai tim perserikatan yang terdaftar di PSSI, Persik memiliki beberapa klub anggota, diantaranya PSAD, POP, Dhoho, Radio, dan Indonesia Muda (IM). Dalam tiga dekade (1960 hingga 1990-an) prestasi Persik belumlah menonjol bahkan di tingkat nasional pun masih kalah dibandingkan dengan “saudara mudanya” Persedikab Kabupaten Kediri yang pada era 1990-an tercatat dua kali mengikuti kompetisi Ligina. Namun sejak ditangani Walikota Drs. H. A. Maschut, Persik menunjukkan perubahan. Mengawali debutnya di pentas nasional, Persik merekrut mantan pelatih Tim Nasional PSSI Pra Piala Dunia (PPD) 1986, Sinyo Aliandoe, untuk menangani klub kebanggaan warga Kota Kediri itu dalam Kompetisi Divisi I periode 2000-2001. Di bawah tangan dingin Om Sinyo itulah, para pemain Persik yang merupakan pemain-pemain dari Kediri dan sekitarnya itu mulai diperkenalkan dengan sistem sepakbola modern. Namun hanya dalam waktu satu tahun Om Sinyo berlabuh di Kota Kediri . Setelah itu Persik pun resmi ditangani mantan pemain Timnas PSSI, Jaya Hartono, yang sebelumnya hanyalah asisten Om Sinyo.
Sementara untuk semua urusan baik di dalam maupun di luar stadion, H. A. Maschut meminta bantuan putra menantunya, Iwan Budianto, yang beberapa tahun sebelumnya menangani Arema Malang. Di tangan Iwan-Jaya itulah, tim berjuluk “Macan Putih” itu unjuk gigi dengan berhasil menyabet gelar juara Kompetisi Divisi I PSSI tahun 2002. Gelar tersebut sekaligus mengantarkan tim kebanggaan warga Kota Kediri itu “naik kelas” sebagai kontestan Divisi Utama dalam Ligina untuk musim kompetisi IX/2003.
Sejak kompetisi itu digelar pada bulan Januari 2003, Persik sudah mengklaim dirinya sebagai tim dari daerah yang tak sekadar “numpang lewat”. Tekad itu terpatri di dalam lubuk sanubari para pemain, sehingga dengan usaha keras dan penuh dramatis, Persik mampu mencuri perhatian publik bola di Tanah Air setelah berhasil memboyong Piala Presiden setelah mengukuhkan dirinya sebagai juara Ligina IX/2003.
Persik mampu memupuskan harapan tim-tim besar, seperti PSM Makassar, Persija Jakarta, dan Persita Tangerang yang saat itu sangat berambisi menjadi kampiun dalam kompetisi paling bergengsi di Jagad Nusantara ini. Piala Presiden itu kembali berlabuh di Kota Kediri setelah Persik berhasil menjuarai kompetisi Divisi Utama Ligina XII/2006 setelah menyudahi perlawanan sengit PSIS Semarang dengan skor 1-0 di partai final yang digelar di Stadion Manahan Solo,
'Dipandang Sebelah Mata'Untuk mendapatkan prestasi seperti itu tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Persik yang awalnya dipandang sebelah mata berubah menjadi tim yang lapar akan kemenangan. Ini bisa dilihat di awal-awal kompetisi LBM IX berjalan, Persik terseok-seok bahkan pernah menduduki peringkat ke-13 klasemen sementara.
Perlahan tetapi pasti, kemenangan demi kemenangan diraihnya hingga pada putaran pertama Persik sempat menempati puncak klasemen sementara. Dan di putaran kedua prestasi Pesik semakin stabil hingga kompetisi berakhir Persik sukses menjadi juara.
Dengan diperkuat tiga legiun asing asal Cile, yakni Fernando, Juan Carlos dan Alejandro Bernald, pada tahun 2002 Persik menorehkan tinta emas setelah berhasil menyabet Juara Divisi I PSSI, dimana pertandingan empat besarnya diselenggarakan di Manado. Prestasi itu memastikan Persik masuk Divisi Utama Ligina IX/2003. Namun sebelum ikut kompetisi paling bergengsi di Tanah Air itu, Persik mencatat prestasi gemilang setelah sukses merengkuh gelar juara Piala Gubernur Jatim I/2004 di Surabaya . Gelar itu kembali direbutnya pada Piala Gubernur III/2005 di Gelora Delta Sidoarjo setelah menyudahi perlawanan tim debutan Persekabpas Kabupaten Pasuruan. September 2006 lalu.
Tangan Dingin Di Balik Persik
Prestasi demi prestasi yang ditorehkan Persik, tak bisa lepas dari perjuangan dan kegigihan beberapa tokoh sepakbola Kota Kediri. Sejak tahun 1999 Walikota Drs H.A. Maschut memegang jabatan sebagai Ketua Umum. Ia dibantu J.V. Antonius Rahman yang saat itu menjabat Ketua DPRD Kota Kediri sebagai Ketua Harian Persik dan tokoh sepakbola, Barnadi sebagai Sekretaris Umum.
Namun tak bisa dilupakan pula perjuangan Iwan Budianto sebagai manajer tim untuk mengangkat citra Kota Kediri di bidang sepakbola bersama Eko Soebekti dan Suryadi, masing-masing menempati posisi asisten manajer operasional dan asisten manajer keuangan.
Untuk aristek di lapangan baik pengurus maupun manajemen saat itu mengangkat mantan pemain Niac Mitra Surabaya, Jaya Hartono dibantu mantan pemain Arema Malang, Mecky Tata bertindak selaku asisten pelatih. Nama Iwan Budianto dan Jaya Hartono sudah cukup lama dikenal oleh publik bola di tanah air. Sebelum bergabung dengan Persik, Iwan Budianto pernah menjadi manajer tim Arema Malang pada Ligina V 1998/1999. Saat itu Arema menempati peringkat ketiga grup tengah II.
Sementara Jaya Hartono sudah tidak asing lagi. Selain malang melintang sebagai pemain di beberapa klub Galatama mulai dari Niac Mitra, Petrokimia Putra, BPD Jateng, Assyabaab Salim Group Surabaya, PKT Bontang hingga karirnya di timnas PSSSI selama sepuluh tahun mulai 1986 sampai 1996. Sebagai orang yang bertangan dingin Jaya Hartono membawa Persik sebagai Juara Ligina IX/2003 bagi Persik. Namun sayang Jaya Hartono tahun 2006 meninggalkan Persik Kediri dan digantikan Daniel Rukito hingga tahun 2007. Meski hanya dua tahun Daniel juga menorehkan sejarah bagi Persik Kediri yakni membawa Persik Juara Ligina XII/2006.
Menghadapi Super Liga Persik mencoba pelatih asing asal Muldova yang cukup dikenal yakni Arcan Iurie (mantan pelatih Persib Bandung dan Persija) itupun hanya setengah kompetisi, selanjutnya Persik dibawah kendali Aji Santoso hingga akhir ISL 2008 dan menjadikan Persik dalam 5 besar (peringkat 4 ISL 2008). Memasuki ISL 2009/2010 Persik diarsiteki oleh Gusnul Yakin seiring pergantian Ketua Umum yang baru yang menggantikan HA Maschut kepada dr Samsul Ashar Sp.PD yang juga walikota terpilih dalam Pilkada 2008 lalu.
Degradasi ke kasta ke dua
Sejak dibawah kepemimpinan Dr.H Samsul Ashar, Persik terus mengalami penurunan prestasi hingga terdegradasi ke divisi utama pada akhir kompetisi Liga Super 2009-2010 hingga akhir kompetisi divisi utama tahun 2013 Persik baru bisa Promosi kembali ke Liga Super dengan menempati peringkat 3 klasemen divisi utama.
Untuk pertandingan kandang Persik menggunakan Stadion Brawijaya Kediri yang berkapasitas sekitar 20 ribu orang. Sementara untuk kegiatan manajerial Persik dipusatkan di sekretariat Persik di Jl. Diponegoro No. 7, Kediri. No. telp. dan faksimilinya adalah 0354-686690.
Stadion Brawijaya adalah kandang bagi Persik Kediri. Terletak tengah Kota Kediri, Jawa Timur. Stadion ini dibangun pada tahun 1983, dan mengalami pembenahan pada tahun 2000. Stadion Brawijaya memiliki kapasitas 20.000 tempat duduk. Stadion Brawijaya merupakan kebanggaan masyarakat Kediri karena di stadiun inilah Persik Kediri menjamu lawan-lawannya. Stadion ini berkapasitas 20.000 penonton, dibangun pada tahun 1983.
Pendukung
Persik didukung suporternya yang militan yaitu Persikmania yang terbentuk pada bulan Pebruari 2001. Seiring dengan berjalannya waktu, prestasi Persik menurun, sehingga banyak Persikmania yang mulai enggan menyaksikan laga Persik Kediri di Stadion Brawijaya. Namun banyak juga bermunculan Persikmania dari generasi berikutnya dan kemudian membikin kelompok sendiri seperti Brigata Cyber-xtreme. Motto dari Brigata Cyberxtreme adalah "s1ung tajam", yang merupakan singkatan dari "salam 1 ungu tampil atraktif juga militan" yang biasa menempati tribun utara. Selain itu ada juga yang menamai kelompoknya Hooliking, Gerakan Cinta Persik (GCP) namun tetap dalam yel yelnya mereka masih menyebut dirinya Persikmania.Prestasi di Liga Indonesia
- 1999/2000 Divisi Dua, Juara (promosi ke Divisi Satu Liga Indonesia)
- 2002 - Juara Divisi Satu (promosi ke Divisi Utama Liga Indonesia)
- 2003 - Juara Divisi Utama
- 2006 - Juara Divisi Utama
- 2013 - Peringkat ketiga Divisi Utama (promosi ke Liga Super Indonesia)
AFC Champions League: 2 appearances
Season | Competition | Round | Club | Home | Away | |
---|---|---|---|---|---|---|
2004 | AFC Champions League | Group | Seongnam Ilhwa Chunma | 1-2 | 15-0 | |
Group | Yokohama F. Marinos | 1-4 | 4-0 | |||
Group | Bình Ðịnh F.C. | 1-0 | 2-2 | |||
2007 | AFC Champions League | Group | Urawa Red Diamonds | 3-3 | 3-0 | |
Group | Shanghai Shenhua F.C. | 1-0 | 6-0 | |||
Group | Sydney FC | 2-1 | 3-0 |
Prestasi lain
- Juara Piala Gubenur Jawa Timur 2002
- Juara Piala Gubenur Jawa Timur 2005
- Juara Piala Gubenur Jawa Timur 2006
- Juara Piala Gubenur Jawa Timur 2008
LOGO
Logo
Persik berbentuk segi lima dengan warna latar merah dan hitam. Di dalam
segi lima itu terdapat dua gapura berwarna kuning. Ini melambangkan
kejayaan Kerajaan Kediri di masa lampau. Di antara dua gapura tersebut
ada simbol bunga yang diambil dari logo PSSI, menunjukkan bahwa Persik
Kediri adalah anggota dari organisasi Persatuan Sepakbola Seluruh
Indonesia. Di atas gambar gapura terdapat tulisan PERSIK, sebagai nama
kesebelasan dan tulisan KEDIRI di bawah gambar gapura, menunjukkan kota
asal klub ini.
Logo
Persik ini adalah buah rancangan dari seorang seniman Kediri bernama
Harsono. Beliau dikenal juga sebagai seorang guru di kota tahu ini. Logo
Persik ini dipakai hingga sekarang dan belum mengalami perubahan.
WARNA KEBESARAN
Setiap
klub sepakbola pasti memiliki warna kebesaran tim, yang diwujudkan
dalam warna kostum mereka dan segala sesuatu yg berhubungan dengan klub.
Malahan ada tim yang mendapat julukan khas berasal dari warna kebesaran
klub. Di luar negeri, ada “The Reds”, “The Blues”, “Rossoneri”, “Nerazzuri”, “Bianconeri” dst. Bagaimana dengan Persik ?
Tentu Anda mudah
menjawab, warna kebesaran Persik adalah UNGU ! Malahan warna ungu ini
sudah merasuk ke seluruh kota Kediri. Tidak hanya untuk tim Persik,
kebanyakan sudut-sudut kota Kediri bernuansa ungu. Kalau Anda
jalan-jalan di Kediri, spanduk, cat pagar kantor, tembok-tembok, bahkan
tempat sampah pun bernuansa ungu.
Tapi
jangan salah, sebenarnya warna kebesaran Persik adalah MERAH dan HITAM !
Ini sesuai dengan warna latar dari logo Persik seperti di atas.
Semenjak berdiri pada tahun 1950, kostum kebesaran Persik adalah kaus
berwarna merah dan celana berwarna hitam. Lalu bagaimana ceritanya kok
tiba-tiba Persik jadi berubah ungu?
Ada
cerita unik di balik berubahnya warna kebesaran Persik itu. Persik
mulai mengenakan kostum ungu itu sejak sekitar tahun 1999, saat masih
mengikuti kompetisi Divisi II. Waktu itu jabatan manajer tim mulai
dipegang oleh Iwan Budianto. Saat itu Iwan hendak membelikan 2 set
kostum buat Persik untuk persiapan kompetisi. Karena syaratnya memang
setiap klub minimal harus punya 2 set kostum yang berbeda warna, satu
sebagai kostum utama dan satu lagi kostum cadangan. Nah, Iwan hanya
memegang uang Rp. 700.000 untuk dibelikan dua set kostum. Setelah
muter-muter, ternyata harga satu set kostum yang kualitas bagus hampir
Rp. 500.000,- . Tentu gak cukup duitnya untuk beli 2 set. Pikir punya
pikir akhirnya Iwan memutuskan untuk membeli kostum yang agak murah
harganya dan yang warnanya jarang dipakai oleh klub lain. Dan kostum itu
berwarna UNGU !
Semenjak
itulah Persik lebih dikenal dengan kostum ungunya. Tidak ada alasan
historis yang khusus untuk menjelaskan berubahnya warna kebesaran
Persik, selain hanya keterbatasan dana tim waktu itu. Tapi siapa sangka
dengan kostum ungu itu Persik menemukan “hoki”nya. Dua kali meraih gelar
juara Ligina di tahun 2003 dan 2006 telah membawa Persik sebagai salah
satu tim yang diperhitungkan di kancah sepakbola nasional.
Warga
Kediri dan Persikmania khususnya sudah terlanjur jatuh cinta dengan
warna ungu. Setelah Persik juara Ligina tahun 2006, sempat muncul wacana
untuk mengembalikan warna kebesaran Persik ke merah dan hitam. Tapi
wacana itu akhirnya hilang dengan sendirinya karena banyak Persikmania
yang menolak. Malahan saat Persik melakukan variasi kostum tandang
mereka dengan warna kuning dan pernah juga pink…Persikmania tetap kurang
sreg. Jadilah seperti sekarang ini, untuk kostum kandang ungu-ungu-ungu
dan kostum tandang putih-putih-putih.
Kalau
dulu pada awalnya Persik kesulitan untuk menyediakan kostum dalam
mengarungi sebuah kompetisi. Pada dua musim terakhir ini Persik mendapat
dukungan dari perusahaan apparel terkenal dari Italia, Lotto. Dalam
kontrak perjanjian kerjanya, Lotto akan mensupport semua kebutuhan
apparel tim mulai dari kaus, celana, kaus kaki, tas, celana training,
jaket dan sebagainya.
ASAL-USUL JULUKAN MACAN PUTIH
Lazimnya
sebuah klub sepakbola pasti punya julukan khusus buat tim. Tak
terkecuali Persik Kediri, “Macan Putih” adalah julukan yang melekat
dengan tim 2 kali juara Ligina tersebut. Julukan ini tidak muncul
semenjak Persik berdiri, tapi baru muncul saat Persik tampil di Divisi
II, saat Ketua Umum Persik dijabat oleh Walikota Kediri H.A. Maschut.
Dan mulai dipatenkan saat Persik promosi ke Divisi I pada tahun 2001.
Julukan Macan Putih diambil dari lambang Pemerintah Kota Kediri. Di
dalam lambang Pemkot Kediri tersebut terdapat 3 unsur utama, yaitu Buto
Locoyo (Ki Ageng Dhoho), perisai atau tameng, dan macan berbulu putih.
Nah, dari gambar itulah muncul julukan kebesaran Persik, MACAN PUTIH. **Violetta de Pare **
(d
Tidak ada komentar:
Posting Komentar